Tanjung Puting

Kalimantan Tengah, menjadi tujuan saya kali ini. Pada trip kali ini saya tidak sendiri, namun ditemani beberapa teman saya yang siap mengajak saya untuk mengunjungi ke salah satu tempat menarik di Kalimantan Tengah, yaitu Taman Nasional Tanjung Puting.

Apa yang menarik dari Taman Nasional Tanjung Puting ?

Beberapa orang mungkin sudah tau tempat ini, namun sebagian orang juga baru mendengar tempat ini.

Hmmm ……  Taman Nasional Tanjung Puting merupakan kawasan Konservasi Orang Utan Kalimantan yang sudah terkendal hingga mancanegara. Lokasinya yang berada di wilayah Pangkalan Bun.

Berbekal rasa penasaran dan membayangi keindahan hutan Kalimantan, akhirnya kami berangkat menuju Taman Nasional Tanjung Puting. Berangkat dari Kota Pangkalan Bun kami menuju dermaga penyebrangan pelabuhan Kumai, jaraknya tidak cukup jauh dari pusat kota Pangkalan Bun, hanya sekitar tiga puluh menit perjalanan akhirnya kami tida di Pelabuhan Kumai. Untuk bisa ke Taman Nasional Tanjung Puting, kami harus mengunakan perahu kayu atau orang Kalimantan menyebutnya “Klotok”.

Setiba di pelabuhan Kumai, teman saya Wahid dan Desty mereka sudah menunggu di pinggir dermaga, kami selanjutnya melakukan persiapan amunisi untuk persediaan saat perjalanan nanti. Klotok yang kami naiki tidak langsung bisa berangkat, tetapi harus menunggu giliran berikutnya untuk bergantian sandar di dermaga.

Perjalanan menuju Taman Nasional Tanjung Puting dari Pelabuhan Kumai akan ditempuh dengan lama perjalanan sekitar empat jam diatas Klotok, jadi sebaiknya dipersiapkan makanan yang cukup untuk perbekalan dalam perjalanan.

Klotok kami akhirnya mulai jalan menyusuri sungai Sekonyer. Ada beberapa desa yang kami lewati, diantaranya Desa Pesalat, Desa Tanjung Harapan dan Pondok Ambung.

Awan yang biru serta hijaunya daun pandan berduri seakan menjadi ucapan selamat datang bagi kami di Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting.

Pada sungai Sekonyer ada beberapa jenis flora dan fauna, diantaranya hewan primata Orang Utan, Bekantan, Kelasi dan jenis primata lainya, Jika kita beruntung kita juga bakal menemukan Buaya Muara yang sering bertengger di pinggiran sungai.

Dua jam diatas Klotok rupanya kami mulai jenuh, maka dari itu kami segera mengeluarkan kamera dari ransel dan mencari posisi yang nyaman untuk siap berpose.

Wahid dan Desty begitu antusias mencari posisi berpose saat saya mengeluarkan kamera dari ransel .

Mereka memang tidak membawa kamera, sebab khawatir kalau membawa kamera foto mereka akan sedikit 🙁 ” Hmmm …. jadi itu alasanya … huft

Empat jam kami terombang-ambing di Klotok, akhirnya kami tiba di Camp Leakey, tujuan akhir kami yang di tunggu “Yeay” …..

Camp Leakey sendiri adalah tempat rehabilitasi Orang Utan. Camp Leakey merupakan lokasi penelitian Orang Utan. Nama Camp Leakey diambil dari pembimbing penelitian yang bernama Prof. Louis Leakey.

Lokasi Camp Leakey resmi berdisi di Taman Nasional Tanjung Puting pada tahun 1984.  karena minat Dr. Birute terhadap perilaku dan keseharian primata besar asli Kalimantan, serta keinginan dia untuk menyelamatkan orangutan dari habitat aslinya yang pada saat itu sedang marak pembakaran hutan serta penebangan liar.

Di Camp Leakey kita akan melihat struktur keluarga Orang Utan yang direhabilitasi. dari mulai jenis makanan yang mereka konsumsi, lalu tempat dahan pohon yang mereka suka, hingga sejarah riwayat hidup mereka.

Selanjutnya kita bisa tracking menuju tempat biasa para Orang Utan berkumpul makan bersama di dalam hutan, namun kita harus tracking kurang lebih lima belas menit perjalanan kesana.

Waktu pemberian makan Orang Utan di mulai jam 2 siang hingga jam 4 sore. Para pawang berteriak dengan suara ciri khas memanggil Orang Utan untuk memberikan pisang yang sudah mereka bawa di keranjang. Satu per satu Orang Utan pun mulai berdatangan di atas bale besar yang tempat biasa mereka berkumpul.

Teriakan keras Sang Pawang seakan membuat Orang Utan semakin banyak berdatangan menghampiri bale besar. Babi hutan pun juga tak ketinggalan menghadiri undangan makan siang tersebut. Sang Orang Utan memakan pisang yang diberikan, lalu Babi hutan yang memebersihkan sisa pisang yang berjatuhan di bawah. Ada beberapa nama Orang Utan yang sudah tidak asing lagi, diantaranya Kosasi, Tom dan Siswi.

Mereka menjadi idaman bagi pengunjung yang datang ke Camp Leakey, dahulu Kosasi menjadi kepala suku, namun saat ini Kosasi sudah jarang terlihat lagi digantikan oleh Tom, sedangkan Siswi sering kita jumpai di dekat dermaga Camp Leakey.

Saya berkesempatan bertemu dan berfoto dengan si Siswi, dia sangat santai saat di ajak di foto.  Siswi sangat antusias dengan kedatangan kami, namun saat teman saya Desty ingin di foto bersamanya, Siswi malah mengejar menghampiri kami, dan Desty pun lari ketakutan :D. Saat Desty sedang panik ketakutan ransel Desty saya mencoba menariknya, tapi malah Desty semakin lari kencang, dia mengira ranselnya ditarik oleh si Siswi. ” HAHAHA …….

Tidak terasa waktu sudah sore kami kembali ke Klotok.  Wahid dan Desty nampaknya juga sudah terlihat kelelahan bermain dengan si Siswi 😀

Klotok kami mulai menepi di dermaga, kami pun segera naik ke Klotok, pengemudi Klotok mulai menarik gas mesin diesel perlahan. Kepulan asap dari belakang Klotok seakan menandakan waktunya kita pulang. Matahari mulai perlahan turun, lampu Klotok pun mulai di hidupkan,  Kunang – kunang terbang bertebaran bersinar di pangkuan. ” Waktunya Kita Pulang !!! “

Dalam perjalanan pulang, kami di Klotok bercerita kisah hari ini, Bahagia, Gembira dan Senang 🙂

Wahid dan Desty nampaknya sudah lelah, mereka bersandar pinggir Klotok sambil membuka smartphone, sambil berkata ” Aku mau upload tapi engga ada sinyal 🙁 “

Memang di Taman Nasional Tanjung Puting sangat jarang sinyal, kalo-pun ada itu hanya bisa untuk telepon tidak bisa untuk data celullar.

Pada perjalanan kali ini, kami banyak mendapatkan wawasan tentang alam. Prilaku Orang Utan bukan saja membuat kita terhibur, tapi juga memberikan wawasan tentang makluk hidup ciptaan tuhan.

Selain itu minat turis untuk datang ke Tanjung Puting juga membuktikan bahwa Indonesia begitu terkenal hingga mancanegara. Kita hanya bisa menjaga Taman Nasional Tanjung Puting, sebagai warisan Indonesia.